Jumat, 02 Desember 2016

Rindu yang Pulang

Zuki & Shukee (Foto: Michu OH)

Aku kadang terlalu khawatir jika mulai sadar bahwa dia tinggal jauh dari aku di separuh hidupnya. Bagaimana dia bisa kuat untuk jauh dariku. Lihat saja dia! Bangun sedari subuh tadi tetap saja belum membersihkan tempat tidurnya. Bahkan lepas saja dari laptopnya harus diingatkan waktu, apalagi untuk urus sarapan di dapur.

Sebelum melanjutkan membaca, baiknya di tab sebelah putar lagu ini:

Di lain hari jika aku menelfon, dia terdengar baik-baik saja, tidak ada beban kecuali menahan suara beratnya karena rindu. Sama seperti aku, dia juga tidak pernah bercerita banyak jika di telfon, yang dipastikan adalah apakah aku sehat dan sekedar menanyakan kucingnya, serta ponakannya yang masih sering berkunjung ke rumah kami.
Semalam kami habiskan waktu bercerita yang selama ini tidak bisa diungkap lewat pesawat udara –telephone. Dia bercerita tentang kesibukannya di rantau dan aku bercerita tentang setiaku menunggunya di rumah ini. Dia mengikuti dengan antusias sehingga tak tahan lagi untuk terlelap depan tv –dia habis melakukan perjalanan jauh. Aku tak mungkin lagi mengangkatnya ke kamar seperti saat masih kecil dulu, tidak juga aku tega untuk membangunkannya.
Aku percaya anak ini tegar dan mandiri. Namun, apa yang terjadi jika dia balik ke rumah? Dia tidak bisa jauh dari image anak bungsu, ini-itu mesti diingatkan, diarahkan, dan dituntun. Aku masih sering membentaknya, bersuara keras. Tapi aku tahu bahwa dia mengerti atas perlakuanku ini.
Besok dia akan pergi lagi, jadi hari ini aku putuskan untuk tidak beraktivitas di luar rumah. Hampir siang kami sarapan, aku yang menyiapkan makanan dan dia mencuci pakaianku dengan sedikit dari pakaian yang ia kenakan saat dia kesini –rumah. Dia masih bisa diandalkan untuk itu karena ada mesin cuci.
Kami terus bercerita, rasanya semalam masih belum cukup untuk mengobati rindu yang hanya diluapkan sekali dalam setengah tahun. Hal yang membuatku sedih sekaligus bahagia jika dia mulai menceritakan seorang yang cukup mengambil ruang di hidupnya di rantauannya. Saat dia mulai mencoba menggambarkan kedalam kepalaku, aku hanya bisa senyum lirih sambil terbesit doa yang terbaik untuk dia, semoga kamu mengenal dunia dengan baik tanpa harus merasakan sesak –kebanyakan.
Up&up Kitten ver. (Loc: Rammang-Rammang, Maros. Foto: Michu OH)
Aku tidak cukup tahu untuk mengungkap apa yang dia rasakan saat sore hari tiba, meskipun tidak banyak kawan lama yang dia temui disini, dia kan tetap menghabiskan petang di lapangan. Untung saja rumah kami hanya bersebrangan jalan dengan lapangan jadi aku puas untuk memandanginya. Raut wajah yang masih saja sama dari dulu jika mendapatkan moment itu, raut wajah yang selalu membuat cemas –sesungguhnya.
Esok jika dia akan pamit untuk pergi lagi, aku hanya ingin menjabat tangannya dan memeluknya. Selebihnya aku akan sibuk di dapur, entah apapun yang akan ku lakukan. Aku hanya tidak ingin dia melihat kesedihanku saat dia mulai bertolak dari rumah kami.
Dibalik kesedihanku untuk seorang anak, terdapat semangat dan kepercayaan akan melihatnya menjadi manusia yang dipandang dunia. Yah! Sebentar lagi dia akan kembali tidak lagi untuk dipangku, sebaliknya kembali untuk menjawab semua harapan yang aku gantungkan kepada dia.


THX4R ©469
Previous Post
Next Post

0 Celoteh: