Kamis, 12 September 2013

Contoh Laporan Prakerin (PSG) untuk SMK Jurusan Agribisnis Perikanan

TEKNIK PENANGANAN LARVA IKAN BANDENG
(Chanos chanos)
DI PT ESA PUTLii PRAKARSA UTAMA BARRU

Laporan
Praktek Kerja Industri
(PRAKERIN)

Oleh :

Miswar
9958659006








JURUSAN AGRIBISNIS PERIKANAN
SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI 3
ENREKANG
2012


TEKNIK PENANGANAN LARVA IKAN BANDENG
(Chanos chanos)
DI PT ESA PUTLii PRAKARSA UTAMA BARRU

Laporan
Praktek Kerja Industri
(PRAKERIN)
Oleh :
Miswar




Menyetujui :

Pembimbing I                                      General Manager                                           Pembimbing II

Ir. Joko Sarwono                                  Syaripuddin Tang                                            Abdul Rahman

Mengetahui :

Ketua Jurusan                                                                                                              Kepala Sekolah

Rosmayarni S.Pi                                                                                              Hasdar S.Pd M.Pd.

NIP. 10780914 201001 2 013......                                                                    NIP.19730909 200003 1 
007


KATA PENGANTAR
            Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayahNya sehinggah siswa/siswi program keahlian  Agribisinis Perikanan (AP) SMKN 3 Enrekang dapat menyelesaikan praktek kerja industri (PRAKERIN) dengan sukses, dan  akhirnya penulis dapat menyelesaikan laporan hasil Praktek Kerja Lapangan dengan judul “Teknik Penanganan Larva Ikan Bandeng (Chanos Chanos) DI PT ESA PUTLii PRAKARSA UTAMA”
            Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dan dukungan kepada:
1.      Hasdar S.Pd M.Pd
2.      Rosmayarni S.Pi selaku ketua jurusan AP SMKN 3 Enrekang
3.      Agussalim S.Pd selaku guru pembimbing
4.      Ir. Joko Sarwono selaku pembimbing divisi nener
5.      Abd Rahman selaku pembimbing divisi benur
6.      Saripuddin Tang selaku general manager Benur Kita
7.       Kedua orang tua dan keluarga serta semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan proposal ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna penyusunan laporan yang lebih baik di kemudian hari. Besar harapan agar laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi masyarakat umumnya dalam meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam bidang perikanan.

Barru, September 2011


Penulis                       
Miswar          


DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR....................................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL  ...........................................................................................................................v
DAFTAR PUSTAKA.. ....................................................................................................................vi

I.                    PENDAHULUAN……………………………………………………………………………………………1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………………………………1
1.2 Tujuan dan Kegunaan…………………………………………………………………………………2
1.3 Waktu dan Tempat…………………………………………………………………………………….3

II.                  TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………………………………………..4
2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Bandeng…………………………………………………………….4
2.2 Habitat Ikan Bandeng………………………………………………………………………………..……..6
2.3  Cara Makan Ikan Bandeng (Chanos chanos)……………………………………………..………6
2.4  Reproduksi Ikan Bandeng (Chanos chanos)………………………………………………………7
2.5 Kualitas Air……………………………………………………………………………………………………....8

III.                HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………………………………………………….…9
3.1  Hasil Praktek Kerja Industri………………………………………………………………………………9
3.1.1        Sarana……………………………………………………………………………………………9
3.1.2        Prasarana……………………………………………………………………………………..12
3.2  Pembahasan Hasil Praktek Kerja Industri………………………………………………………..12
3.2.1        Alat dan Bahan……………………………………………………………………………..12
3.2.2        Persiapan bak pemeliharaan…………………………………………………………13
3.2.3        Pengisian air media……………………………………………………………………...14
3.2.4        Penebaran Telur……………………………………………………………………………15
3.2.5        Pengaturan Aerasi…………………………………………………………………………15

3.2.6        Penanganan selama pemeliharaan larva………………………….....…….16
1.      Pemberian pakan………………………………………………………………..16
2.      Sirkulasi/pergantian air………………………………………………………18
3.      Pemanenan Larva……………………………………………………………….19
4.      Penyortiran…………………………………………………………………………20
5.       Penyiponan………………………………………………………………………….21
3.2.7        Pemasaran/packing……………………………………………………………………22

IV.               KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………………………………………………….23
4.1             Kesimpulan…………………………………………………………………………………………………..23
4.2 Saran…………………………………………………………………………………………………………….24


DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Bak ukuran besardan kecil....................................................................................13
Gambar 3.2 Rotifer yang telah dipanen...................................................................................16
Gambar 3.3 Pakan buatan (PSP)...............................................................................................17
Gambar 3.4 Proses panen........................................................................................................19
Gambar 3.5 Bak sortiran..........................................................................................................20
Gambar 3.6 Tempat penyortiran.............................................................................................20
Gambar 3.7 Proses penyortiran..............................................................................................20
Gambar 3.8 Proses packing.....................................................................................................22


DAFTAR TABEL
Table 3.1 Bak yang digunakan di Benur kita divisi nener dalam 1 unit………………………….10
Table 3.2 Parameter pemeliharaan larva…………………………………………………………………….14



BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Benih bandeng (nener) merupakan salah satu sarana produksi yang utama dalam usaha budidaya bandeng di tambak. Perkembangan Teknologi budidaya bandeng di tambakdirasakan sangat lambat dibandingkan dengan usaha budidaya udang. Faktor ketersediaan benih merupakan salah satu kendala dalam menigkatkan teknologi budidaya bandeng. Selama ini produksi nener alam belum mampu untuk mencukupi kebutuhan budidaya bandeng yang terus berkembang, oleh karena itu peranan usaha pembenihan bandeng dalam upaya untuk mengatasi masalah kekurangan nener tersebut menjadi sangat penting. Tanpa mengabaikan arti penting dalam pelestarian alam, pengembangan wilayah, penyediian dukungan terhadap pembangunan perikanan khususnya dan pembangunan nasional umumnya, kegiatan pembenihan bandeng di hatchery harus diarahkan untuk tidak menjadi penyaing bagi kegiatan penangkapan nener di alam. Diharapkan produksi benih nener di hatchery diarahkan untuk mengimbangi selisih antara permintaan yang terus meningkat dan pasok penangkapan di alam yang diduga akan menurun.



1.2      Tujuan dan Kegunaan
Tujuan Umum
·         Mendapatkan pengalaman kerja dalam mengelolah pembenihan, dengan berbagai masalah serta pemencahan/penanganannya.
·         Memantapkan dan meningkatkan sikap tanggung jawab dan disiplin yang tinggi.
Tujuan Khusus
·         Dapat menambah pengalaman yang riil di lapangan.
·         Mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan keterampilan.
·         Dapat mengetahui teknik persiapan bak dan peralatan penunjang yang di gunakan dalam kegiatan pembenihan.
·         Mengetahui teknik pembeniha ikan bandeng (nener)
·         Dapat mengetahui jenis dan teknik kultur pakan alami pada pembenihan bandeng.
·         Pemenuhan persyaratan akademik
Kegunaan
            Karya tulis ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan informasi sekaligus pedoman kepada semua pihak khususnya penulis mengenai penanganan dan pemeliharaan ikan bandeng pada pembenihan dalam rangkah pengembangan usaha ikan bandeng di Indonesia.


1.3     Waktu dan Tempat
kegiatan Praktek Kerja Industri (PRAKERIN) program keahlian Agribisnis Perikanan (AP), di lakukan selama 4 bulan, yang dimulai pada tanggal 11 Juni 2012 sampai dengan 11 Oktober 2012 yang bertempat di PT. ESAPUTLii PRAKARSA UTAMA (Benur Kita) Barru,lingkungan Jalang’E, kelurahan Mallawa, kecamatan Mallusetasi, kabupaten Barru, provinsi Sulawesi Selatan.

















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1   Klasifikasi dan Morfologi Ikan Bandeng
            Nama ilmiah ikan bandeng  menurut Soesono (1988) adalah : Chanos chanos, klasifikasi secara lengkapnya adalah sebagai berikut :
Phylum            :          Chordata
Sub phylum     :          Craniata
Class                :           Teleostei
Sub class          :           Actinopterigi
Ordo                :           Malacopterigi
Sub ordo          :           Clupeidae
Family             :           Chanidae
Genus              :           Chanos Lacepede
Spesies                        :           Chanos chanos

Morfologi ikan bandeng, ikan bandeng jantan memiliki cirri-ciri  warna sisik tubuh cerah dan mengkilap keperakan serta memiliki dua lubang kecil di bagian anus yang tampak jelas pada jantan dewasa, sedangkan untuk bandeng betina dapat diamati dari ciri-ciri perut agak buncit dan terdapat tiga lubang dibagian anal yang tampak jelas pada betine dewasa (Anonim, 1990). Penyebaran ikan bandeng tercatat berada di sebagian besar laut india dan laut pasifik, kira-kira dari 400 BT – 100BB dan antara  40LU-400LS (Cholik dkk.,1990). Di bagian barat bandeng dapat ditemukan di Laut Merah, pantai timur Afrika dan Madagaskar. Bagian timur dapat ditemukan di kpulauan Paumotu, sedangkan penyebaran ke utara sampai di sebelah selatan Jepang dan ke selatan sampai New South Wales (Mudjiman, 1991). Menurut Martosudarmo dkk.,(1984), ikan bandeng termasuk jenis ikan pelagis yang mencari makan di permukaan dan sering dijumpai  didaerah dekat pantai atau litoral, secara geografis ikan ini hidup di daerah tropis pada batas 300- 40LU sampai 300-40LS. Jenis ikan ini suka hidup bergerombol dalam kelompok kecil antara 10-20 ekor berenang di sekitar pantai terutama pada saat air pasang. Berdasarkan habitatnya ikan bandeng hidup diperairan pantai, muara sungai, hamparan hutan bakau, lagoon, daerah genangan pasang surut dan sungai. Bandeng dewasa biasanya berada pada daerah pantai litoral. Pada musim pemijahan, ikan bandeng sering dijumpai berkelompok pada jarak tidak terlalu jauh dari pantai dan tempat  bertelurnyta tidak lebih dari 30 km dari garis pantai, dengan karakteristik habitat perairan jernih, dasar perairan berpasir dan terkadang dengan kedalaman berkisar antara 10-30m. Sedangkan ikan bandeng stadia larva dan juvenile sering dijumpai didaerah pantai, estuarine dan hutan mangrove (Schuster dalam Anonim, 1990). Berdasarkan siklus hidupnya serta menelaah siklus hidupnya (Buri et al dalam Prijono dkk., 1990) memperkirakan bibit bandeng (nener) yang tertangkap di pantai telah mencapai usia 3-4 minggu. Berdasarkan pengamatan dari larva yang dihasilkan dari pembenihan dan dibandingkan dengan larva hasil tangkapan di alam diperkirakan bibit yang yang ditangkap di daerah pantai pada  musimnya mencapai usia 21-25 hari.
Di alam ikan bandeng merupakan ikan pemakan plankton baik mikroplankton maupun makroplankton, pada stadia larva sampai ukuran benih (nener) bandeng begantung pada phytoplankton dan zooplankton ukuran renik yang ada di permukaan (Martosudarmodkk.,1981), selanjutnya tampi dalam Martosudarmo dkk.,(1981) menambahkan bahwa beberapa jenis plankton yang ditemukan di dalam alat  pencernaan nener yang baru ditangkap dari laut terdri dari alga biru,  alga hijau, nematoda, detritus dan lain-lain. Induk bandeng biasanya  memengsa makanan baik alga maupun hewan, dengan menyaring menggunakan saringan insang  sambil berenang diantara kumpulan plankton yang ada ataupun kumpulan anak ikan dan terkadang memakan alga yang menempel pada rumput laut (Ahmad dkk.,1993) .
Menurut Arsyad (1990), ikan bandeng digolongkan sebagai  ikan herbivore, tetapi dalam pemeliharaan di tambak, ikan ini juga memakan kelekap yaitu berupa kehidupan komplek yang sebagian bedar terdiri dari ganggang biru (Cyanophyceae) dan ganggang kerisik (Bacilriophyceae), disamping adanya bakteri, protozoa cacing dan udang renik yang sering disebut sebagai “Microbentic Biological Complex”.  Nener dan gelomdongan bandeng yang tertangkap disepanjang pantai memakan organisme dasar dan jenis penempel serta plankton yang kebanyakan terdiri dari alga dan kadang nematoda dan larva udang-udangan (Tonnek,1987).


2.2   Habitat Ikan Bandeng
Ikan bandeng hidup di Samudra Hindia dan menyeberanginya sampai Samudra Pasifik, mereka cenderung bergerombol di sekitar pesisir dan pulau-pulau dengan koral. Ikan yang muda dan baru menetas hidup di laut untuk 2 - 3 minggu, lalu berpindah ke rawa-rawa bakau, daerah payau, dan kadangkala danau-danau. Bandeng baru kembali ke laut kalau sudah dewasa dan bisa berkembang biak (Anonim, 2009).
Penyebaran ikan bandeng ini yaitu meliputi seluruh perairan Indonesia utamanya di daerah Jawa dan Sulawesi Selatan serta beberapa perairan payau dan perairan tawar yaitu pada daerah Sumatera Barat, DKI dan DIY. Propinsi Jawa Timur Tahun 2000 tambak Jawa Timur tercatat seluas 53.423 ha atau 15% dari luas tambak di tanah air (Anonim, 2002).

2.3   Cara Makan Ikan Bandeng (Chanos chanos)

Bandeng termasuk herbivora (pemakan tumbuh-tumbuhan). Ikan ini memakan klekap, yang tumbuh di pelataran kolam. Bila sudah terlepas dari permukaan tanah, klekap ini sering disebut sebagai tahi air. Pakan bandeng terutama terdiri dari plankton (Chlorophyceae dan Diatomae), lumut dasar (Cyanophyceae), dan pucuk tanaman ganggang (Nanas dan Ruppia). Tumbuh-tumbuhan yang berbentuk benang dan yang lebih kasar lagi akan lebih mudah dimakan oleh ikan bandeng bila mulai membusuk (Liviawaty, 1991).
2.4   Reproduksi Ikan Bandeng (Chanos chanos)

Setelah induk ikan bandeng telah matang gonad. Tahap selanjutnya yaitu pemijahan induk ikan bandeng. Pemijahan ikan bandeng secara alami terjadi didaerah pantai yang jernih dengan kedalaman 40-50 meter, dan ombak yang sedikit beriak karena sifat telurnya yang melayang (Ahmad, 1998).
Pemijahan bandeng berlangsung parsial, yaitu telur matang dikeluarkan sedangkan yang belum matang terus berkembang didalam tubuh untuk pemijahan berikutnya. Dalam setahun, 1 ekor induk bandeng dapat memijah lebih dari satu kali.. Jumlah telur yang dihasilkan dalam satu kali pemijahan berkisar antara 300.000-1.000.000 butir telur (Murtidjo, 1989).
Menurut Mudjiman (1983), pemijahan alami berlangsung dalam kelompok-kelompok kecil yang tersebar disekitar gosong karang atau perairan yang jernih dan dangkal disekitar pulau pada bulan maret, mei, dan September sampai januari. Bandeng memijah pada tengah malam sampai menjelang pagi. Sedangkan pemijahan buatan dapat dilakukan melalui rangsangan hormonal. Hormon yang diberikan dapat berbentuk cair atau padat. Hormone bentuk padat diberikan setiap bulan, sedangkan hormone bentuk cair diberikan pada saat induk jantan dan betina sudah matang gonad. Induk bandeng akan memijah setelah 2 15 kali implantasi tergantung pada tingkat kematangan gonad. Pemijahan induk betina yang mengandung telur berdiameter lebih dari 750 mikron atau induk jantan yang mengandung sperma tingkat 3 dapat dipercepat dengan menyuntikkan hormoneLHR H -a pada dosis 30 50 mikro gram/kg berat tubuh atau dengan hormoneHC G pada dosis 5000-10.000 IU/kg berat tubuh (Murtidjo, 1989).
Indikator bandeng memijah adalah bandeng jantan dan bandeng betina berenang beriringan dengan posisi jantan dibelakang betina. Pemijahan lebih sering terjadi pada pasang rendah dan fase bulan seperempat. Menurut Ahmad (1998), dalam siklus hidupnya, bandeng berpindah dari satu ekosistem ke ekosistem lainnya mulai dari laut sampai ke sungai dan bahkan danau. Hal ini disebabkan karena bandeng memiliki kisaran adaptasi yang tinggi terhadap salinitas.

2.5KualitasAir
a. Suhu
Salah satu indikator untuk mengetahui kualitas air adalah suhu. Suhu air sangat berkaitan erat dengan konsentrasi jenuh oksigen terlarut dalam air dan laju konsumsi oksigen hewan air. Suhu air optimal bagi ikan bandeng terletak antara 26 C 33 C. Pada suhu 18 C 25 C, ikan bandeng masih dapat bertahan hidup, tetapi nafsu makannya mulai menurun. Suhu air 12 C 18 C mulai berbahaya bagi ikan, sedangkan pada suhu air di bawah 12 C ikan bandeng mati
kedinginan (Ahmad, 1998).
b.Salinitas
Ikan bandeng mampu menyesuaikan diri terhadap salinitas air, sehingga dapat hidup di air tawar (salinitas antara 0 5 ppt) maupun air asin (salinitas > 30 ppt). Namun karena ikan bandeng dibudidayakan untuk tujuan komersial maka rentan salinitas optimal perlu dipertahankan. Pada rentan salinitas optimal (20 25 ppt), ganggang-ganggang dasar (klekap) yang menjadi makanan alami bagi ikan bandeng dapat tumbuh dengan baik, sehingga dapat mengurangi biaya pembelian pakan (Alie, 1988)
c.pH
Mutu air tambak juga harus alkalis (pH berkisar antara 7,5 8,7). pH merupakan indikator baik buruknya lingkungan air, sehingga angka pH ini dapat digunakan untuk memperoleh gambaran tentang daya produksi potensial air itu akan mineral, yang menjadi pokok pangkal segala macam hasil perairan itu. Air yang agak basa misalnya, dapat lebih cepat mendorong proses pembongkaran bahan organik menjadi garam mineral, yang akan diserap sebagai bahan makanan oleh tumbuh-tumbuhan renik di dalam air, yang merupakan makanan alami bagi ikan bandeng. Sebaliknya bila air itu asam (pH air rendah), maka daya produksi
potensialnya tidak begitu baik (Taufik, 1999).



BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Praktek Kerja Industri
3.1.1        Sarana
1.                    Sarana Pokok
Fasilitas pokok yang dimanfaatkan secara langsung untuk kegiatan produksi adalah bak penampungan air tawar dan air laut, bak pemeliharaa larva, bak pemeliharaan induk dan inkubasi telur serta bak pakan alami.
·         Bak Penampungan Air Tawar dan Air Laut.
Bak penampungan air (reservoir) dibangun pada ketinggian sedemikian rupa sehingga air dapat didistribusikan secara gravitasi ke dalam bak-bak dan sarana lainnya yang memerlukan air (laut, tawar bersih). Sistim pipa pemasukkan dan pembuangan air perlu dibangun pada bak pemelihara induk, pemeliharaan larva, pemeliharan pakan alami, dan saran lain yang memerlukan air tawar dan air laut serta udara (aerator).
·          Bak Pemeliharaan Induk
Bak pemeliharaan induk berbentuk empat persegi panjang atau bulat dengan kedalaman lebih dari 1 meter yang sudut-sudutnya dibuat lengkung dan dapat diletakkan di luar ruangan langsung menerima cahaya tanpa dinding dan di tutup dengan jarring agar induk tidak melompat keluar. 

·         Bak Pemeliharan Telur
Bak perawatan telur terbuat dari akuarium kaca atau serat kaca dengan daya tampung lebih dari 2.000.000 butir telur pada kepadatan 10.000 butir per liter.
·         Bak Pemeliharaan Larva
Bak pemeliharaan larva yang berfungsi juga sebagai bak penetasan telur dapat terbuat dari serat kaca maupun konstruksi beton, sebaiknya berwarna agak gelap, berukuran (4x5x1,5) m3 dengan volume 6 dan 13 ton berbentuk bujur sangkar  dan persegi panjang dan diletakkan di dalam bangunan tanpa atap dan cahaya matahari langsun tanpa dinding balik.

·         Bak Pemeliharaan Makanan Alami, Kultur Plankton Chlorella sp dan Rotifera.
Bak kultur plankton chlorella sp disesuaikan dengan volume bak pemeliharaan larva yang terbuat dari konstruksi beton ditempatkan di luar ruangan yang dapat langsung mendapat cahaya matahari karena chlorella tumbuh dengan cahaya matahari. Kedalamam bak kultur chlorella sp harus diperhitungkan sedemikian rupa sehingga penetrasi cahaya matahari dapat dijamin mencapai dasar bak. Kedalaman air dalam bak disarankan tidak melebihi 1 meter atau 0,6 m, ukuran bak kultur plankton chlorella sp adalah (20 x 25 x 0,6)m 3 . Bak kultur rotifera terbuat dari serat konstruksi baton dengan volume 5-13 ton. Perbandingan antara volume bak chlorella, rotifera dan larva sebaliknya 5:5:1.





Table 3.1 bak yang digunakan di Benur kita divisi nener dalam 1 unit.
No.
Fungsi
Jumlah
Besar
Kecil
1.
Bak induk
1 buah (500 ton)
8 buah (225 ton)
2.
Bak larva
9 buah (20 ton)
12 buah (5 ton)
3.
Bak branchionus sp.
9 buah (20 ton)
18 buah (5 ton)
4.
Bak chlorella sp.
18 buah (17 ton)
---

2.      Sarana Penunjang Untuk menunjang perbenihan sarana yang diperlukan adalah,
·          ruang pompa
·         air blower
·          ruang packing
·         ruang genset
·         bengkel
·         gudang (ruang pentimpanan barang-barang opersional)
saran tersebut harus tersedia sesuai kebutuhan dan memenuhi persyaratan dan ditata untuk menjamin kemudahan serta keselamatan kerja. Untuk kegiatan yang berkaitan dengan pemasaran hasil dilengkapi dengan fasilitas ruang pengepakan yang dilengpaki dengan sistim pemipaan air tawar dan air laut, udara serta sarana lainnya seperti peti kedap air, kardus, bak plastik, karet dan oksigen murni. Alat angkut roda dua dan empat yang berfungsi untuk memperlancar pekerjaan dan pengangkutan hasil benih harus tersedia tetap dalam keadaan baik dan siap pakai. Untuk pembangkit tenaga listrik atau penyimpanan peralatan dilengkapi dengan pasilitas ruang genset dan bengkel, ruang pompa air dan blower, dan gudang pakan tambahan dan pupuk.

3.      Sarana Pelengkap
Sarana pelengkap dalam kegiatan perbenihan terdiri dari ruang kantor, alat tulis menulis, mesin ketik, komputer, ruang serbaguna, ruang makan, ruang pertemuan, tempat tinggal staf dan mess karyawan.
3.1.2 Prasarana
·         System pnyediaan tenaga listrik
Tenaga listrik merupakan kebutuhan yang sangat vital, sehingga keberadaannya harus tersedia selama 24 jam tiap harinya. Penggunaan tenaga listrik ini diperlukan untuk mengaktifkan alat-alat penunjang kegiatan seperti pompa, blower, lampu penerangan dan lain-lain. Di Benur Kita Barru sumber listrik berasal dari instalasi Perusahaan Listik Negara (PLN) Barru. Selain itu sebagai cadangan listrik disediakan pula pembangkit tenaga diesel (generator) yang digunakan saat listrik padam.
·         System penyediaan air
System penyediaan air berasal dari laut sekitar hatchery Benur Kita berasal pada jarak 200 meter keluar. Kemudian di pompa naik ke tower bak penampungan. Dari bak penampungan kemudian di salurkan ke unit yang membutuhkan.

3.2 Pembahasan Hasil Praktek Kerja Industri

Larva Ikan Bandeng (chanos chanos)
3.2.1        Alat dan Bahan
§  Bak pemeliharaan larva : bak pemeliharaan larva kapasitas 5 – 13 ton, bentuk persegi dengan kedalaman 70cm.
§  Pipa pemasukan air
§  Pipa pengeluaran
§  Pakan
§  Air media (air asin)
§  Ember
§  Gayung
§  Filter bag
§  Penggosok/spon
§  Selang
§  Perlengkapan aerasi

3.2.2 Persiapan bak pemeliharaan larva
                            
(a)                                                                                                     (b)      
Gambar 3.1  : (a) bak ukuran 20 ton, (b) bak ukuran 6 ton.

Persiapan bak sangat berperan penting dan berpengaru pada keberhasilan pemeliharaan larva.
Sebelum penebaran telur, terlebih dahulu bak pemeliharaan larva persiapkan dengan mencuci. Dalam pencucian harus benar-benar bersih sehinggah semua kotoran hilang.

Berikut adalah langkah-langkah persiapan/pencucian bak pemeliharaan larva :
o   Siram bak hinggah semua permukaan basah
o   Kerok terlebih dahulu lumut yang menempel pada pemukaan bak
o   Kemudian gosok bak menggunakan peenggosok/spon sambil menyiram air laut agar mempermudah dalam penggosokan
o   Setelah semua sisi digosok, siram dengan air laut hinggah benar-benar bersih
o   Kerringkan bak, kemudian isi air
o   Setelah itu telur siap ditebar di bak tersebut.
Pencucian bak dilakukan setiap kali selesai pemanenan dan sebelum penebaran telur.
Dalam persiapan bak, pengaturan aerasi juga berperean penting untuk menyuplai O2 terlarut dalam pemeliharaan. Langkah-langkah penyetelan aerasi sebagai berikut :
o   Menyiapkan bahan dan alat yang meliputi : timah, batu pemberat, selang aerasi, keran aerasi
o   Selang aerasi dipasang pada keran aerasi
o   Ujung aerasi dipasangi timah dan batu aerasi
o   Aerasi diatur dengan baik
o   Setelah dipasang, kemudian aerasi dihidupkan.
o   Jarak antara aerasi  adalah ±1m
3.2.3        Pengisian air media
Langkah-langkah pengisian bak sebagai berikut :
Ø  Pasang filter bag pada pipa pemasukan air, agar kotoran dan organisme lain yang dapat mengganggu dalam pemeliharaan larva bandeng (nener) tidak masuk.
Ø  Air media pemeliharaan larva yang bebas dari pencemaran, suhu 27-31°C salinitas 30 ppt, pH 7 dan oksigen 5-7 ppm diisikan kedalam bak sudah dipersiapkan dan dilengkapi sistem aerasi dan batu aerasi dipasang dengan jarak antara 100 cm batu aerasi

Table 3.2 Parameter pemeliharaan larva
No.
Parameter
Alat ukur
Kisaran
1.
Suhu
Thermometer
27-31°C
2.
Salinitas

30ppt
3.
O­­2 terlarut
DO meter
5-7ppm
4.
pH

7


Ø  Isi bak dengan air laut hinggah mencapai 13 ton.
Ø  Kemudian penyetelan aerasi.

3.2.4        Penebaran Telur
Telur dari bak inkubasi dihitung, kemudian ditebar dengan hati-hati ke bak pemeliharaan yang telah dipersiapkan.
Telur yang baik berwarna transparan, mengapung pada salinitas > 30 ppt, kepadatan telur yang ideal dalam bak penetasan antara 20-30 butir per liter. Telur menetas ±24 jam setelah pemijahan.

3.2.5        Pengaturan Aerasi
Langkah kerja:
·         Siapkan alat dan bahan : timah pemberat, batu aerasi, selang aerasi, dan keran aaerasi.
·         Selang aerasi dipasang pada keran aerasi.
·         Aerasi diatur dengan baik
·         Setelah itu aerasi dihidupkan




3.2.6        Penanganan selama pemeliharaan larva
1.      Pemberian Pakan
Larva umur 0-2 hari belum membutuhkan makana dari luar karena kebutuhan makananya masih dipenuhi oleh kuning telur sebagai cadangan makanannya, pemberian pakan dimulai saat larva berumur 2-3 hari.

a.      Pakan alami rotifera (branchionus sp.)
Gambar 3.2 rotifera yang telah dipanen

Pemberian pakan alami rotifer dilakukan sebagai makanan utama bagi larva bandeng. Pemberian ritifera disesuaikan dengan tingkat kebutuhan dan nafsu makan larva. Berikut adalah yang perlu diperhatikan dalam pemberian pakan alami pada larva ikan bandeng:
§  Menjelang umur 2-3 hari atau 60-72 jam setelah menetas, larva sudah harus diberi rotifera (Brachionus sp.) sebagai makanan sedang air media diperkaya chlorella sp sebagai makanan rotifera dan pengurai metabolit.
§  Kepadatan rotifera pada awal pemberian 5-10 ind/ml dan meningkat jumlahnya sampai 15-20 ind/ml mulai umur larva mencapai 10 hari. Berdasarkan kepadatan larva 20-30 ekor/liter, jumlah chlorella : rotifer : larva = 2.500.000: 250 : 1 pada awal pemeliharaan atau sebelum 10 hari setelah menetas, atau = 5.000.000 : 500:1 mulai hari ke 10 setelah menetas.
§  Perbandingan yang baik antara pakan alami dan pakan buatan bagi larva bandeng 1 : 1 dalam satuan jumlah partikel. Pakan buatan yang diberikan sebaiknya berukuran sesuai dengan bukaan mulut larva pada tiap tingkat umur dan mengandung protein sekitar 52%. Berupa. Pakan buatan komersial yang biasa diberikan untuk larva udang dapat digunakan sebagai pakan larva bandeng. 
§  Larva dalam bak 13 ton dengan umur 2-3 dari diberi rotifer 1 ember ukuran12 liter.

b.      Pemberian pakan buatan (pakan kering)
Pemberian pakan buatan (pakan kerimg) dilakukan pada larva berumur lebih dari 5 hari, pakan buatan ini sebagai pakan tambahan dalam pemeliharaan larva untuk membantu pertumbuhan.
Cara pemberian pakan buatan :
§  Persiapkan alat dan bahan yang meliputi : ayakan, timah, takaran, pakan buatan.
§  Pakan buatan dimasukkan kedalam ayakan sebanyak ±250 gram.
§  Pemberian pakan buatan dilakukan dengan mengayak langsung pakan pada permukaan bak larva.
§  Pengayakan dilakukan sebaiknya di sekitar aerasi, hal ini bertujuan agar pakan menebar dengan rata oleh gelembung aerasi.
§  Pemberian pakan dilakukan 4-5 kali sehari.
Gambar 3.3  pakan buatan (PSP)
Komposisi pakan buatan yang digunakan:
Protein                        :  min 37%
Lemak             : min 3%
Serat kasar      : max 3%
Kadar air         : max 12%

2.      Sirkulasi/pergantian air
Sirkulasi atau pergantian air dilakukan agar air dalam bak pemeliharaan tetap terjaga dan segar. Berfungsi juga untuk mengeluarkan kotoran larva. Hari ke 8-15 larva dipelihara
pada kondisi air stagnan dan setelah hari ke 15 dilakukan pergantian air
10% meningkat secara bertahap sampai 100% menjelang panen
.



3.      Pemanenan Larva

Pemanena larva dilakukan saat umur larva 18-23 hari, bila telah menjadi nener.
Langkah kerja :
a)      Siapkan alat dan bahan : saringan pembuangan air, kelambu panen 100 micron, ember 10 liter, gayung, seser.
b)      Pasang saringan pembuangan air untuk menurunkan air pada bak.
c)      Tunggu air berkurang pada bak, menyisah air kira-kira 20%
d)      Buka/miringkan pipa yang menuju pada keranjang panen.
e)      Isi ember dengan air laut
f)       Apabila pada kelambu panen larva telah padat, maka seser kemudian di masukkan ke dalam ember.
g)      Kemudian ember diangkut ke bak sortiran
h)      Begitu seterusnya hingga panen selesai.
Pemanenan larva sebaiknya dilakukan dengan hati-hati agar larva tidak stress dan sebaiknya pada saat suhu bak turun agar proses pengeluara larva lebh lancar. Pemanenan larva dilakukan pada larva umur 18-23 hari.
Larva yang telah dipanen selanjutnya dibawah ke bak sortiran.
Gambar 3.4 proses panen
4.      Penyortiran
Gambar 3.5 bak sortiran
Gambar 3.6 tempat penyortiran
Gambar 3.7 proses penyortiran
Nener yang tumbuh normal dan sehat umumnya berukuran panjang 12-16 mm dan berat 0,006-0,012 gram dapat dipelihara sampai umur 23
hari saat penampakan morfologisnya sudah menyamai bandeng dewasa.
Larva yang telah dipanen kemudian disortir pada bak penyortiran. Tujuan penyortiran adalah untuk memisahkan larva siap jual dan tidak berdasarkan ukuran. Penyortiran dilakukan karena larva sering mengalami pertumbuhan yang tidak seragam.
Berikut langkah-lngkah penyortiran :
v  Siapkan alat dan bahan : bak sortiran, air laut, baskom kecil, aerasi, tempat sortiran.
v  Larva yang akan disortir dimasukkan ke dalam tempat sortiran
v  Kemudian tempat sortiran digerak-gerakkan agar larva yang masih kecil keluar
v  Larva yang masih besar akan tinggal di dalam tempat sortiran
v  Larva yang sudah besar dipindahkan ke bak sortiran yang lain.

5.       Penyiponan
Pada hari ke nol telur-telur yang tidak menetes, cangkang telur larva
yang baru menetas dilakukan penyiponan. Penyiponan juga dilakukan pada bak sortiran bila ada yang mati atau kotoran yang ada dalam dasar bak.
 Langkah kerja :
o   Siapkan alat dan bahan : selang sipon, air laut.
o   Selang sipon diisi air laut
o   Kemudian salah satu ujungnya dimasukkan dalam bak, dan ujung lainnya diluar bak
o   Lepaskan kedua ujung selang agar air terisap keluar
o   Di dasar bak, disipon hinggah kotoran dan bangkai larva terisap keluar
Penyiponan dilakukan hinggah benar-benar bersih untuk memperlancar pertumbuhan larva. Penyiponan juga harus dilakukan dengan hati-hati agar larva yang ,masih hidup tidak terisap keluar.


3.2.7        Packing/Pemsaran
Gambar 3.8 proses packing
Packing dilakukan pada nener yang telah dipesan oleh pembeli. Pada saat packing yang dilakukan adalah :
·         Nener diambil dari bak sortiran yang telah mencapai ukuran jual.
·         Nener dihitung/ditakar untuk setiap isi plastic packing.
·         Kemudian dimasukkan kedalam plastic packing.
·         Dalam plastic packing diberi ruangan untuk oksigen
·         Beri oksigen murni (O­2) kedalam plastic pacing.
·         Ikat plastic packing dengan karet hingga tidak ada yang bocor.
·         Masukkan plastic packing yang berisi nener ke dalam kardus kemdian ditutup dan diberi lakban
·         Sekaran nener telah siap diangkut








BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1  Kesimpulan
            Berdasarkan kegiatan Praktek Kerja Industri (PRAKERIN) yang telahdilakukan di PT. ESAPUTLii PRAKARSA UTAMA (Benur Kita) Barru, khususnya pemeliharaan larva hinggah penjualan dapat disimpulkan bahwa :
1.      Kegiatan yang berperan penting dalam pemeliharan larva adalah :
·         Persiapan alat dan bahan
·         Pengisian air media
·         Penebaran telur
·         Pengaturan aerasi, dan
·         Penanganan selama pemeliharaan
2.      Hal yang menyangkut penanganan adalah :
·         Pemberian pakan alami/buatan
·         Sirkulasi
·         Pemanenan larva
·         Penyortiran
·         Penyiponan
·         Packing/pemasaran

3.      Dalam penebaran harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak terjadi benturan.
4.      Pemeliharaan larva hinggah jadi nener yang siap dipasarkan dilakukan selama 18-23 hari


4.2 Saran
            Adapun saran yang dapat penulis sampaikan adalah sebagai berikut:
1.      Pada divisi nener sudah banyak sarana yang rusak dan tidak layak pakai, sebaiknya dig anti untuk memperlancar lagi produksi nener.
2.      Bak peyortiran yang mulai bocor, sebaiknya diperbaiki sebelum mengalamikerusakan yang parah.
3.      Penetuan waktu masuk kerja harus ditetapkan dengan jelas.

 

Previous Post
Next Post

0 Celoteh: