TEKNIK PENANGANAN LARVA IKAN BANDENG
(Chanos chanos)
DI PT ESA PUTLii PRAKARSA UTAMA BARRU
Laporan
Praktek Kerja Industri
(PRAKERIN)
Oleh :
Miswar
9958659006
JURUSAN AGRIBISNIS
PERIKANAN
SEKOLAH MENENGAH
KEJURUAN NEGERI 3
ENREKANG
2012
TEKNIK PENANGANAN LARVA IKAN BANDENG
(Chanos
chanos)
DI PT ESA PUTLii PRAKARSA UTAMA BARRU
Laporan
Praktek Kerja Industri
(PRAKERIN)
Oleh :
Miswar
Menyetujui :
Pembimbing I General Manager Pembimbing II
Ir. Joko Sarwono Syaripuddin
Tang Abdul
Rahman
Mengetahui :
Ketua
Jurusan Kepala
Sekolah
Rosmayarni S.Pi Hasdar
S.Pd M.Pd.
NIP.
10780914 201001 2 013...... NIP.19730909
200003 1
007
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayahNya
sehinggah siswa/siswi program keahlian
Agribisinis Perikanan (AP) SMKN 3 Enrekang dapat menyelesaikan praktek
kerja industri (PRAKERIN) dengan sukses, dan
akhirnya penulis dapat menyelesaikan laporan hasil Praktek
Kerja Lapangan dengan judul “Teknik Penanganan Larva Ikan Bandeng (Chanos Chanos) DI
PT ESA PUTLii PRAKARSA UTAMA”
Tidak
lupa penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dan dukungan kepada:
1.
Hasdar S.Pd M.Pd
2.
Rosmayarni S.Pi
selaku ketua jurusan AP SMKN 3 Enrekang
3.
Agussalim S.Pd
selaku guru pembimbing
4.
Ir. Joko Sarwono
selaku pembimbing divisi nener
5.
Abd Rahman selaku
pembimbing divisi benur
6.
Saripuddin Tang
selaku general manager Benur Kita
7. Kedua orang
tua dan keluarga serta semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
proposal ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan
dalam laporan ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang sifatnya membangun guna penyusunan laporan yang lebih baik
di kemudian hari. Besar harapan agar laporan ini
dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi masyarakat umumnya dalam
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam bidang perikanan.
Barru,
September 2011
Penulis
Miswar
DAFTAR ISI
Halaman
KATA
PENGANTAR ..................................................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR....................................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ...........................................................................................................................v
DAFTAR PUSTAKA.. ....................................................................................................................vi
I.
PENDAHULUAN……………………………………………………………………………………………1
1.1 Latar
Belakang……………………………………………………………………………………………1
1.2 Tujuan dan
Kegunaan…………………………………………………………………………………2
1.3 Waktu dan
Tempat…………………………………………………………………………………….3
II.
TINJAUAN
PUSTAKA……………………………………………………………………………………..4
2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan
Bandeng…………………………………………………………….4
2.2 Habitat Ikan Bandeng………………………………………………………………………………..……..6
2.3
Cara
Makan Ikan Bandeng (Chanos chanos)……………………………………………..………6
2.4
Reproduksi
Ikan Bandeng (Chanos chanos)………………………………………………………7
2.5 Kualitas
Air……………………………………………………………………………………………………....8
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………………………………………………….…9
3.1
Hasil
Praktek Kerja Industri………………………………………………………………………………9
3.1.1
Sarana……………………………………………………………………………………………9
3.1.2
Prasarana……………………………………………………………………………………..12
3.2
Pembahasan
Hasil Praktek Kerja Industri………………………………………………………..12
3.2.1
Alat
dan Bahan……………………………………………………………………………..12
3.2.2
Persiapan
bak pemeliharaan…………………………………………………………13
3.2.3
Pengisian
air media……………………………………………………………………...14
3.2.4
Penebaran
Telur……………………………………………………………………………15
3.2.5
Pengaturan Aerasi…………………………………………………………………………15
3.2.6
Penanganan selama pemeliharaan
larva………………………….....…….16
1. Pemberian
pakan………………………………………………………………..16
2. Sirkulasi/pergantian air………………………………………………………18
3. Pemanenan Larva……………………………………………………………….19
4. Penyortiran…………………………………………………………………………20
5.
Penyiponan………………………………………………………………………….21
3.2.7
Pemasaran/packing……………………………………………………………………22
IV.
KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………………………………………………….23
4.1 Kesimpulan…………………………………………………………………………………………………..23
4.1 Kesimpulan…………………………………………………………………………………………………..23
4.2 Saran…………………………………………………………………………………………………………….24
DAFTAR GAMBAR
Gambar
3.1 Bak ukuran besardan
kecil....................................................................................13
Gambar
3.2 Rotifer yang telah
dipanen...................................................................................16
Gambar
3.3 Pakan buatan
(PSP)...............................................................................................17
Gambar
3.4 Proses
panen........................................................................................................19
Gambar
3.5 Bak
sortiran..........................................................................................................20
Gambar
3.6 Tempat
penyortiran.............................................................................................20
Gambar
3.7 Proses
penyortiran..............................................................................................20
Gambar
3.8 Proses
packing.....................................................................................................22
DAFTAR TABEL
Table 3.1 Bak
yang digunakan di Benur kita divisi nener dalam 1 unit………………………….10
Table 3.2 Parameter
pemeliharaan larva…………………………………………………………………….14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Benih bandeng (nener) merupakan salah satu sarana produksi yang
utama dalam usaha budidaya bandeng di tambak. Perkembangan Teknologi budidaya
bandeng di tambakdirasakan sangat lambat dibandingkan dengan usaha budidaya
udang. Faktor ketersediaan benih merupakan salah satu kendala dalam menigkatkan
teknologi budidaya bandeng. Selama ini produksi nener alam belum mampu untuk
mencukupi kebutuhan budidaya bandeng yang terus berkembang, oleh karena itu
peranan usaha pembenihan bandeng dalam upaya untuk mengatasi masalah kekurangan
nener tersebut menjadi sangat penting. Tanpa mengabaikan arti penting dalam
pelestarian alam, pengembangan wilayah, penyediian dukungan terhadap
pembangunan perikanan khususnya dan pembangunan nasional umumnya, kegiatan
pembenihan bandeng di hatchery harus diarahkan untuk tidak menjadi penyaing
bagi kegiatan penangkapan nener di alam. Diharapkan produksi benih nener di
hatchery diarahkan untuk mengimbangi selisih antara permintaan yang terus
meningkat dan pasok penangkapan di alam yang diduga akan menurun.
1.2
Tujuan dan Kegunaan
Tujuan Umum
·
Mendapatkan
pengalaman kerja dalam mengelolah pembenihan, dengan berbagai masalah serta pemencahan/penanganannya.
·
Memantapkan
dan meningkatkan sikap tanggung jawab dan disiplin yang tinggi.
Tujuan Khusus
·
Dapat
menambah pengalaman yang riil di lapangan.
·
Mengaplikasikan
ilmu pengetahuan dan keterampilan.
·
Dapat
mengetahui teknik persiapan bak dan peralatan penunjang yang di gunakan dalam
kegiatan pembenihan.
·
Mengetahui
teknik pembeniha ikan bandeng (nener)
·
Dapat
mengetahui jenis dan teknik kultur pakan alami pada pembenihan bandeng.
·
Pemenuhan
persyaratan akademik
Kegunaan
Karya tulis ini dapat dijadikan
sebagai bahan masukan dan informasi sekaligus pedoman kepada semua pihak
khususnya penulis mengenai penanganan dan pemeliharaan ikan bandeng pada
pembenihan dalam rangkah pengembangan usaha ikan bandeng di Indonesia.
1.3
Waktu dan Tempat
kegiatan Praktek Kerja Industri (PRAKERIN) program
keahlian Agribisnis Perikanan (AP), di lakukan selama 4 bulan, yang dimulai
pada tanggal 11 Juni 2012 sampai dengan 11 Oktober 2012 yang bertempat di PT. ESAPUTLii PRAKARSA UTAMA (Benur
Kita) Barru,lingkungan Jalang’E, kelurahan Mallawa, kecamatan Mallusetasi,
kabupaten Barru, provinsi Sulawesi Selatan.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan
Bandeng
Nama ilmiah ikan bandeng menurut Soesono (1988) adalah : Chanos chanos,
klasifikasi secara lengkapnya adalah sebagai berikut :
Phylum :
Chordata
Sub phylum : Craniata
Class : Teleostei
Sub class : Actinopterigi
Ordo : Malacopterigi
Sub ordo : Clupeidae
Family : Chanidae
Genus : Chanos Lacepede
Spesies : Chanos chanos
Sub phylum : Craniata
Class : Teleostei
Sub class : Actinopterigi
Ordo : Malacopterigi
Sub ordo : Clupeidae
Family : Chanidae
Genus : Chanos Lacepede
Spesies : Chanos chanos
Morfologi ikan
bandeng, ikan bandeng jantan memiliki cirri-ciri warna sisik tubuh
cerah dan mengkilap keperakan serta memiliki dua lubang kecil di bagian anus
yang tampak jelas pada jantan dewasa, sedangkan untuk bandeng betina dapat
diamati dari ciri-ciri perut agak buncit dan terdapat tiga lubang dibagian
anal yang tampak jelas pada betine dewasa (Anonim, 1990). Penyebaran ikan
bandeng tercatat berada di sebagian besar laut india dan laut pasifik, kira-kira dari 400 BT – 1000 BB
dan antara 400 LU-400LS (Cholik dkk.,1990).
Di bagian barat bandeng dapat ditemukan di Laut Merah, pantai timur Afrika dan
Madagaskar. Bagian timur dapat ditemukan di kpulauan Paumotu, sedangkan
penyebaran ke utara sampai di sebelah selatan Jepang dan ke selatan sampai New
South Wales (Mudjiman, 1991). Menurut Martosudarmo dkk.,(1984),
ikan bandeng termasuk jenis ikan pelagis yang mencari makan di permukaan dan
sering dijumpai didaerah dekat pantai atau litoral, secara geografis
ikan ini hidup di daerah tropis pada batas 300- 400 LU
sampai 300-400 LS. Jenis ikan ini suka hidup
bergerombol dalam kelompok kecil antara 10-20 ekor berenang di sekitar pantai
terutama pada saat air pasang. Berdasarkan habitatnya ikan bandeng hidup
diperairan pantai, muara sungai, hamparan hutan bakau, lagoon, daerah genangan
pasang surut dan sungai. Bandeng dewasa biasanya berada pada daerah pantai
litoral. Pada musim pemijahan, ikan bandeng sering dijumpai berkelompok pada
jarak tidak terlalu jauh dari pantai dan tempat bertelurnyta tidak
lebih dari 30 km dari garis pantai, dengan karakteristik habitat perairan
jernih, dasar perairan berpasir dan terkadang dengan kedalaman berkisar antara
10-30m. Sedangkan ikan bandeng stadia larva dan juvenile sering dijumpai
didaerah pantai, estuarine dan hutan mangrove (Schuster dalam Anonim, 1990).
Berdasarkan siklus hidupnya serta menelaah siklus hidupnya (Buri et al dalam
Prijono dkk., 1990) memperkirakan bibit bandeng (nener) yang
tertangkap di pantai telah mencapai usia 3-4 minggu. Berdasarkan pengamatan
dari larva yang dihasilkan dari pembenihan dan dibandingkan dengan larva hasil
tangkapan di alam diperkirakan bibit yang yang ditangkap di daerah pantai
pada musimnya mencapai usia 21-25 hari.
Di
alam ikan bandeng merupakan ikan pemakan plankton baik mikroplankton maupun
makroplankton, pada stadia larva sampai ukuran benih (nener) bandeng begantung
pada phytoplankton dan zooplankton ukuran renik yang ada di permukaan
(Martosudarmodkk.,1981), selanjutnya tampi dalam Martosudarmo dkk.,(1981)
menambahkan bahwa beberapa jenis plankton yang ditemukan di dalam
alat pencernaan nener yang baru ditangkap dari laut terdri dari alga
biru, alga hijau, nematoda, detritus dan lain-lain. Induk bandeng
biasanya memengsa makanan baik alga maupun hewan, dengan menyaring
menggunakan saringan insang sambil berenang diantara kumpulan
plankton yang ada ataupun kumpulan anak ikan dan terkadang memakan alga yang
menempel pada rumput laut (Ahmad dkk.,1993) .
Menurut
Arsyad (1990), ikan bandeng digolongkan sebagai ikan herbivore,
tetapi dalam pemeliharaan di tambak, ikan ini juga memakan kelekap yaitu berupa
kehidupan komplek yang sebagian bedar terdiri dari ganggang biru (Cyanophyceae)
dan ganggang kerisik (Bacilriophyceae), disamping adanya bakteri, protozoa
cacing dan udang renik yang sering disebut sebagai “Microbentic Biological
Complex”. Nener dan gelomdongan bandeng yang tertangkap disepanjang
pantai memakan organisme dasar dan jenis penempel serta plankton yang
kebanyakan terdiri dari alga dan kadang nematoda dan larva udang-udangan
(Tonnek,1987).
2.2 Habitat Ikan Bandeng
Ikan bandeng hidup di Samudra Hindia dan menyeberanginya sampai Samudra
Pasifik, mereka cenderung bergerombol di sekitar pesisir dan pulau-pulau dengan
koral. Ikan yang muda dan baru menetas hidup di laut untuk 2 - 3 minggu, lalu
berpindah ke rawa-rawa bakau, daerah payau, dan kadangkala danau-danau. Bandeng
baru kembali ke laut kalau sudah dewasa dan bisa berkembang biak (Anonim,
2009).
Penyebaran ikan bandeng ini yaitu meliputi seluruh perairan Indonesia utamanya di daerah Jawa dan Sulawesi Selatan serta beberapa perairan payau dan perairan tawar yaitu pada daerah Sumatera Barat, DKI dan DIY. Propinsi Jawa Timur Tahun 2000 tambak Jawa Timur tercatat seluas 53.423 ha atau 15% dari luas tambak di tanah air (Anonim, 2002).
Penyebaran ikan bandeng ini yaitu meliputi seluruh perairan Indonesia utamanya di daerah Jawa dan Sulawesi Selatan serta beberapa perairan payau dan perairan tawar yaitu pada daerah Sumatera Barat, DKI dan DIY. Propinsi Jawa Timur Tahun 2000 tambak Jawa Timur tercatat seluas 53.423 ha atau 15% dari luas tambak di tanah air (Anonim, 2002).
2.3
Cara Makan Ikan Bandeng (Chanos chanos)
Bandeng termasuk herbivora (pemakan tumbuh-tumbuhan). Ikan ini memakan
klekap, yang tumbuh di pelataran kolam. Bila sudah terlepas dari permukaan
tanah, klekap ini sering disebut sebagai tahi air. Pakan bandeng terutama
terdiri dari plankton (Chlorophyceae dan Diatomae), lumut dasar (Cyanophyceae),
dan pucuk tanaman ganggang (Nanas dan Ruppia). Tumbuh-tumbuhan yang berbentuk
benang dan yang lebih kasar lagi akan lebih mudah dimakan oleh ikan bandeng
bila mulai membusuk (Liviawaty, 1991).
2.4 Reproduksi Ikan Bandeng (Chanos
chanos)
Setelah induk ikan bandeng telah matang gonad. Tahap selanjutnya yaitu
pemijahan induk ikan bandeng. Pemijahan ikan bandeng secara alami terjadi
didaerah pantai yang jernih dengan kedalaman 40-50 meter, dan ombak yang
sedikit beriak karena sifat telurnya yang melayang (Ahmad, 1998).
Pemijahan bandeng berlangsung parsial, yaitu telur matang dikeluarkan sedangkan yang belum matang terus berkembang didalam tubuh untuk pemijahan berikutnya. Dalam setahun, 1 ekor induk bandeng dapat memijah lebih dari satu kali.. Jumlah telur yang dihasilkan dalam satu kali pemijahan berkisar antara 300.000-1.000.000 butir telur (Murtidjo, 1989).
Menurut Mudjiman (1983), pemijahan alami berlangsung dalam kelompok-kelompok kecil yang tersebar disekitar gosong karang atau perairan yang jernih dan dangkal disekitar pulau pada bulan maret, mei, dan September sampai januari. Bandeng memijah pada tengah malam sampai menjelang pagi. Sedangkan pemijahan buatan dapat dilakukan melalui rangsangan hormonal. Hormon yang diberikan dapat berbentuk cair atau padat. Hormone bentuk padat diberikan setiap bulan, sedangkan hormone bentuk cair diberikan pada saat induk jantan dan betina sudah matang gonad. Induk bandeng akan memijah setelah 2 15 kali implantasi tergantung pada tingkat kematangan gonad. Pemijahan induk betina yang mengandung telur berdiameter lebih dari 750 mikron atau induk jantan yang mengandung sperma tingkat 3 dapat dipercepat dengan menyuntikkan hormoneLHR H -a pada dosis 30 50 mikro gram/kg berat tubuh atau dengan hormoneHC G pada dosis 5000-10.000 IU/kg berat tubuh (Murtidjo, 1989).
Indikator bandeng memijah adalah bandeng jantan dan bandeng betina berenang beriringan dengan posisi jantan dibelakang betina. Pemijahan lebih sering terjadi pada pasang rendah dan fase bulan seperempat. Menurut Ahmad (1998), dalam siklus hidupnya, bandeng berpindah dari satu ekosistem ke ekosistem lainnya mulai dari laut sampai ke sungai dan bahkan danau. Hal ini disebabkan karena bandeng memiliki kisaran adaptasi yang tinggi terhadap salinitas.
Pemijahan bandeng berlangsung parsial, yaitu telur matang dikeluarkan sedangkan yang belum matang terus berkembang didalam tubuh untuk pemijahan berikutnya. Dalam setahun, 1 ekor induk bandeng dapat memijah lebih dari satu kali.. Jumlah telur yang dihasilkan dalam satu kali pemijahan berkisar antara 300.000-1.000.000 butir telur (Murtidjo, 1989).
Menurut Mudjiman (1983), pemijahan alami berlangsung dalam kelompok-kelompok kecil yang tersebar disekitar gosong karang atau perairan yang jernih dan dangkal disekitar pulau pada bulan maret, mei, dan September sampai januari. Bandeng memijah pada tengah malam sampai menjelang pagi. Sedangkan pemijahan buatan dapat dilakukan melalui rangsangan hormonal. Hormon yang diberikan dapat berbentuk cair atau padat. Hormone bentuk padat diberikan setiap bulan, sedangkan hormone bentuk cair diberikan pada saat induk jantan dan betina sudah matang gonad. Induk bandeng akan memijah setelah 2 15 kali implantasi tergantung pada tingkat kematangan gonad. Pemijahan induk betina yang mengandung telur berdiameter lebih dari 750 mikron atau induk jantan yang mengandung sperma tingkat 3 dapat dipercepat dengan menyuntikkan hormoneLHR H -a pada dosis 30 50 mikro gram/kg berat tubuh atau dengan hormoneHC G pada dosis 5000-10.000 IU/kg berat tubuh (Murtidjo, 1989).
Indikator bandeng memijah adalah bandeng jantan dan bandeng betina berenang beriringan dengan posisi jantan dibelakang betina. Pemijahan lebih sering terjadi pada pasang rendah dan fase bulan seperempat. Menurut Ahmad (1998), dalam siklus hidupnya, bandeng berpindah dari satu ekosistem ke ekosistem lainnya mulai dari laut sampai ke sungai dan bahkan danau. Hal ini disebabkan karena bandeng memiliki kisaran adaptasi yang tinggi terhadap salinitas.
2.5KualitasAir
a. Suhu
a. Suhu
Salah satu indikator untuk mengetahui kualitas air adalah suhu. Suhu air
sangat berkaitan erat dengan konsentrasi jenuh oksigen terlarut dalam air dan laju
konsumsi oksigen hewan air. Suhu air optimal bagi ikan bandeng terletak antara
26 C 33 C. Pada suhu 18 C 25 C, ikan bandeng masih dapat bertahan hidup, tetapi
nafsu makannya mulai menurun. Suhu air 12 C 18 C mulai berbahaya bagi ikan,
sedangkan pada suhu air di bawah 12 C ikan bandeng mati
kedinginan (Ahmad, 1998).
b.Salinitas
Ikan bandeng mampu menyesuaikan diri terhadap salinitas air, sehingga dapat hidup di air tawar (salinitas antara 0 5 ppt) maupun air asin (salinitas > 30 ppt). Namun karena ikan bandeng dibudidayakan untuk tujuan komersial maka rentan salinitas optimal perlu dipertahankan. Pada rentan salinitas optimal (20 25 ppt), ganggang-ganggang dasar (klekap) yang menjadi makanan alami bagi ikan bandeng dapat tumbuh dengan baik, sehingga dapat mengurangi biaya pembelian pakan (Alie, 1988)
kedinginan (Ahmad, 1998).
b.Salinitas
Ikan bandeng mampu menyesuaikan diri terhadap salinitas air, sehingga dapat hidup di air tawar (salinitas antara 0 5 ppt) maupun air asin (salinitas > 30 ppt). Namun karena ikan bandeng dibudidayakan untuk tujuan komersial maka rentan salinitas optimal perlu dipertahankan. Pada rentan salinitas optimal (20 25 ppt), ganggang-ganggang dasar (klekap) yang menjadi makanan alami bagi ikan bandeng dapat tumbuh dengan baik, sehingga dapat mengurangi biaya pembelian pakan (Alie, 1988)
c.pH
Mutu air tambak juga harus alkalis (pH berkisar antara 7,5 8,7). pH merupakan indikator baik buruknya lingkungan air, sehingga angka pH ini dapat digunakan untuk memperoleh gambaran tentang daya produksi potensial air itu akan mineral, yang menjadi pokok pangkal segala macam hasil perairan itu. Air yang agak basa misalnya, dapat lebih cepat mendorong proses pembongkaran bahan organik menjadi garam mineral, yang akan diserap sebagai bahan makanan oleh tumbuh-tumbuhan renik di dalam air, yang merupakan makanan alami bagi ikan bandeng. Sebaliknya bila air itu asam (pH air rendah), maka daya produksi
potensialnya tidak begitu baik (Taufik, 1999).
Mutu air tambak juga harus alkalis (pH berkisar antara 7,5 8,7). pH merupakan indikator baik buruknya lingkungan air, sehingga angka pH ini dapat digunakan untuk memperoleh gambaran tentang daya produksi potensial air itu akan mineral, yang menjadi pokok pangkal segala macam hasil perairan itu. Air yang agak basa misalnya, dapat lebih cepat mendorong proses pembongkaran bahan organik menjadi garam mineral, yang akan diserap sebagai bahan makanan oleh tumbuh-tumbuhan renik di dalam air, yang merupakan makanan alami bagi ikan bandeng. Sebaliknya bila air itu asam (pH air rendah), maka daya produksi
potensialnya tidak begitu baik (Taufik, 1999).
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Praktek Kerja
Industri
3.1.1
Sarana
1.
Sarana Pokok
Fasilitas pokok yang
dimanfaatkan secara langsung untuk kegiatan produksi adalah bak penampungan air
tawar dan air laut, bak pemeliharaa larva, bak pemeliharaan induk dan inkubasi
telur serta bak pakan alami.
·
Bak Penampungan Air Tawar dan Air
Laut.
Bak penampungan air (reservoir)
dibangun pada ketinggian sedemikian rupa sehingga air dapat didistribusikan
secara gravitasi ke dalam bak-bak dan sarana lainnya yang memerlukan air (laut,
tawar bersih). Sistim pipa pemasukkan dan pembuangan air perlu dibangun pada
bak pemelihara induk, pemeliharaan larva, pemeliharan pakan alami, dan saran
lain yang memerlukan air tawar dan air laut serta udara (aerator).
·
Bak Pemeliharaan Induk
Bak pemeliharaan induk
berbentuk empat persegi panjang atau bulat dengan kedalaman lebih dari 1 meter
yang sudut-sudutnya dibuat lengkung dan dapat diletakkan di luar ruangan
langsung menerima cahaya tanpa dinding dan di tutup dengan jarring agar induk
tidak melompat keluar.
·
Bak Pemeliharan Telur
Bak perawatan telur terbuat dari
akuarium kaca atau serat kaca dengan daya tampung lebih dari 2.000.000 butir
telur pada kepadatan 10.000 butir per liter.
·
Bak Pemeliharaan Larva
Bak pemeliharaan larva yang
berfungsi juga sebagai bak penetasan telur dapat terbuat dari serat kaca maupun
konstruksi beton, sebaiknya berwarna agak gelap, berukuran (4x5x1,5) m3 dengan
volume 6 dan 13 ton berbentuk bujur sangkar
dan persegi panjang dan diletakkan di dalam bangunan tanpa atap dan
cahaya matahari langsun tanpa dinding balik.
·
Bak Pemeliharaan Makanan Alami,
Kultur Plankton Chlorella sp dan Rotifera.
Bak kultur plankton chlorella sp disesuaikan dengan volume bak pemeliharaan larva yang terbuat dari konstruksi beton ditempatkan di luar ruangan yang dapat langsung mendapat cahaya matahari karena chlorella tumbuh dengan cahaya matahari. Kedalamam bak kultur chlorella sp harus diperhitungkan sedemikian rupa sehingga penetrasi cahaya matahari dapat dijamin mencapai dasar bak. Kedalaman air dalam bak disarankan tidak melebihi 1 meter atau 0,6 m, ukuran bak kultur plankton chlorella sp adalah (20 x 25 x 0,6)m 3 . Bak kultur rotifera terbuat dari serat konstruksi baton dengan volume 5-13 ton. Perbandingan antara volume bak chlorella, rotifera dan larva sebaliknya 5:5:1.
Bak kultur plankton chlorella sp disesuaikan dengan volume bak pemeliharaan larva yang terbuat dari konstruksi beton ditempatkan di luar ruangan yang dapat langsung mendapat cahaya matahari karena chlorella tumbuh dengan cahaya matahari. Kedalamam bak kultur chlorella sp harus diperhitungkan sedemikian rupa sehingga penetrasi cahaya matahari dapat dijamin mencapai dasar bak. Kedalaman air dalam bak disarankan tidak melebihi 1 meter atau 0,6 m, ukuran bak kultur plankton chlorella sp adalah (20 x 25 x 0,6)m 3 . Bak kultur rotifera terbuat dari serat konstruksi baton dengan volume 5-13 ton. Perbandingan antara volume bak chlorella, rotifera dan larva sebaliknya 5:5:1.
Table 3.1 bak yang digunakan di
Benur kita divisi nener dalam 1 unit.
No.
|
Fungsi
|
Jumlah
|
|
Besar
|
Kecil
|
||
1.
|
Bak induk
|
1 buah (500 ton)
|
8 buah (225 ton)
|
2.
|
Bak larva
|
9 buah (20 ton)
|
12 buah (5 ton)
|
3.
|
Bak branchionus sp.
|
9 buah (20 ton)
|
18 buah (5 ton)
|
4.
|
Bak chlorella sp.
|
18 buah (17 ton)
|
---
|
2. Sarana
Penunjang Untuk menunjang perbenihan sarana yang diperlukan adalah,
·
ruang pompa
·
air blower
·
ruang packing
·
ruang genset
·
bengkel
·
gudang (ruang pentimpanan
barang-barang opersional)
saran tersebut harus tersedia
sesuai kebutuhan dan memenuhi persyaratan dan ditata untuk menjamin kemudahan
serta keselamatan kerja. Untuk kegiatan yang berkaitan dengan pemasaran
hasil dilengkapi dengan fasilitas ruang pengepakan yang dilengpaki dengan
sistim pemipaan air tawar dan air laut, udara serta sarana lainnya seperti peti
kedap air, kardus, bak plastik, karet dan oksigen murni. Alat angkut roda dua
dan empat yang berfungsi untuk memperlancar pekerjaan dan pengangkutan hasil
benih harus tersedia tetap dalam keadaan baik dan siap pakai. Untuk pembangkit
tenaga listrik atau penyimpanan peralatan dilengkapi dengan pasilitas ruang
genset dan bengkel, ruang pompa air dan blower, dan gudang pakan tambahan dan
pupuk.
3. Sarana
Pelengkap
Sarana pelengkap dalam kegiatan perbenihan terdiri dari ruang kantor, alat tulis menulis, mesin ketik, komputer, ruang serbaguna, ruang makan, ruang pertemuan, tempat tinggal staf dan mess karyawan.
Sarana pelengkap dalam kegiatan perbenihan terdiri dari ruang kantor, alat tulis menulis, mesin ketik, komputer, ruang serbaguna, ruang makan, ruang pertemuan, tempat tinggal staf dan mess karyawan.
3.1.2
Prasarana
·
System pnyediaan tenaga listrik
Tenaga listrik merupakan kebutuhan
yang sangat vital, sehingga keberadaannya harus tersedia selama 24 jam tiap
harinya. Penggunaan tenaga listrik ini diperlukan untuk mengaktifkan alat-alat
penunjang kegiatan seperti pompa, blower, lampu penerangan dan lain-lain. Di
Benur Kita Barru sumber listrik berasal dari instalasi Perusahaan Listik Negara
(PLN) Barru. Selain itu sebagai cadangan listrik disediakan pula pembangkit
tenaga diesel (generator) yang digunakan saat listrik padam.
·
System
penyediaan air
System
penyediaan air berasal dari laut sekitar hatchery Benur Kita berasal pada jarak
200 meter keluar. Kemudian di pompa naik ke tower bak penampungan. Dari bak
penampungan kemudian di salurkan ke unit yang membutuhkan.
3.2 Pembahasan Hasil
Praktek Kerja Industri
Larva Ikan Bandeng
(chanos chanos)
3.2.1
Alat
dan Bahan
§ Bak pemeliharaan larva : bak pemeliharaan larva kapasitas 5 – 13 ton, bentuk persegi
dengan kedalaman 70cm.
§ Pipa pemasukan air
§ Pipa pengeluaran
§ Pakan
§ Air media (air asin)
§ Ember
§ Gayung
§ Filter bag
§ Penggosok/spon
§ Selang
§ Perlengkapan aerasi
3.2.2 Persiapan bak pemeliharaan
larva
(a)
(b)
Gambar 3.1 : (a) bak
ukuran 20 ton, (b) bak ukuran 6 ton.
Persiapan bak sangat berperan penting
dan berpengaru pada keberhasilan pemeliharaan larva.
Sebelum penebaran telur, terlebih
dahulu bak pemeliharaan larva persiapkan dengan mencuci. Dalam pencucian harus
benar-benar bersih sehinggah semua kotoran hilang.
Berikut adalah langkah-langkah
persiapan/pencucian bak pemeliharaan larva :
o
Siram
bak hinggah semua permukaan basah
o
Kerok
terlebih dahulu lumut yang menempel pada pemukaan bak
o
Kemudian
gosok bak menggunakan peenggosok/spon sambil menyiram air laut agar mempermudah
dalam penggosokan
o
Setelah
semua sisi digosok, siram dengan air laut hinggah benar-benar bersih
o
Kerringkan
bak, kemudian isi air
o
Setelah
itu telur siap ditebar di bak tersebut.
Pencucian bak dilakukan setiap kali
selesai pemanenan dan sebelum penebaran telur.
Dalam persiapan bak, pengaturan
aerasi juga berperean penting untuk menyuplai O2 terlarut dalam
pemeliharaan. Langkah-langkah penyetelan aerasi sebagai berikut :
o
Menyiapkan
bahan dan alat yang meliputi : timah, batu pemberat, selang aerasi, keran
aerasi
o
Selang
aerasi dipasang pada keran aerasi
o
Ujung
aerasi dipasangi timah dan batu aerasi
o
Aerasi
diatur dengan baik
o
Setelah
dipasang, kemudian aerasi dihidupkan.
o
Jarak
antara aerasi adalah ±1m
3.2.3
Pengisian
air media
Langkah-langkah pengisian bak sebagai
berikut :
Ø Pasang filter bag pada pipa pemasukan
air, agar kotoran dan organisme lain yang dapat mengganggu dalam pemeliharaan
larva bandeng (nener) tidak masuk.
Ø Air
media pemeliharaan larva yang bebas dari pencemaran, suhu 27-31°C salinitas 30
ppt, pH 7 dan oksigen 5-7 ppm diisikan kedalam bak sudah dipersiapkan dan
dilengkapi sistem aerasi dan batu aerasi dipasang dengan jarak antara 100 cm
batu aerasi
Table
3.2 Parameter pemeliharaan larva
No.
|
Parameter
|
Alat ukur
|
Kisaran
|
1.
|
Suhu
|
Thermometer
|
27-31°C
|
2.
|
Salinitas
|
30ppt
|
|
3.
|
O2 terlarut
|
DO meter
|
5-7ppm
|
4.
|
pH
|
7
|
Ø Isi bak dengan air laut hinggah
mencapai 13 ton.
Ø Kemudian penyetelan aerasi.
3.2.4
Penebaran
Telur
Telur dari bak inkubasi dihitung,
kemudian ditebar dengan hati-hati ke bak pemeliharaan yang telah dipersiapkan.
Telur yang baik berwarna transparan,
mengapung pada salinitas > 30 ppt, kepadatan telur yang ideal dalam bak
penetasan antara 20-30 butir per liter. Telur menetas ±24 jam setelah
pemijahan.
3.2.5
Pengaturan Aerasi
Langkah kerja:
·
Siapkan alat dan bahan : timah
pemberat, batu aerasi, selang aerasi, dan keran aaerasi.
·
Selang aerasi dipasang pada keran
aerasi.
·
Aerasi diatur dengan baik
·
Setelah itu aerasi dihidupkan
3.2.6
Penanganan selama pemeliharaan
larva
1.
Pemberian
Pakan
Larva
umur 0-2 hari belum membutuhkan makana dari luar karena kebutuhan makananya
masih dipenuhi oleh kuning telur sebagai cadangan makanannya, pemberian pakan
dimulai saat larva berumur 2-3 hari.
a.
Pakan
alami rotifera (branchionus sp.)
Gambar 3.2 rotifera yang telah dipanen
Pemberian pakan alami rotifer
dilakukan sebagai makanan utama bagi larva bandeng. Pemberian ritifera
disesuaikan dengan tingkat kebutuhan dan nafsu makan larva. Berikut adalah yang
perlu diperhatikan dalam pemberian pakan alami pada larva ikan bandeng:
§ Menjelang umur 2-3 hari
atau 60-72 jam setelah menetas, larva sudah harus diberi rotifera (Brachionus sp.) sebagai makanan sedang
air media diperkaya chlorella sp
sebagai makanan rotifera dan pengurai metabolit.
§ Kepadatan rotifera pada
awal pemberian 5-10 ind/ml dan meningkat jumlahnya sampai 15-20 ind/ml mulai
umur larva mencapai 10 hari. Berdasarkan kepadatan larva 20-30 ekor/liter,
jumlah chlorella : rotifer : larva = 2.500.000: 250 : 1 pada awal pemeliharaan
atau sebelum 10 hari setelah menetas, atau = 5.000.000 : 500:1 mulai hari ke 10
setelah menetas.
§ Perbandingan yang baik
antara pakan alami dan pakan buatan bagi larva bandeng 1 : 1 dalam satuan
jumlah partikel. Pakan buatan yang diberikan sebaiknya berukuran sesuai dengan
bukaan mulut larva pada tiap tingkat umur dan mengandung protein sekitar 52%.
Berupa. Pakan buatan komersial yang biasa diberikan untuk larva udang dapat
digunakan sebagai pakan larva bandeng.
§ Larva dalam bak 13 ton dengan umur
2-3 dari diberi rotifer 1 ember ukuran12 liter.
b.
Pemberian
pakan buatan (pakan kering)
Pemberian pakan buatan (pakan kerimg)
dilakukan pada larva berumur lebih dari 5 hari, pakan buatan ini sebagai pakan
tambahan dalam pemeliharaan larva untuk membantu pertumbuhan.
Cara
pemberian pakan buatan :
§ Persiapkan alat dan bahan yang
meliputi : ayakan, timah, takaran, pakan buatan.
§ Pakan buatan dimasukkan kedalam
ayakan sebanyak ±250 gram.
§ Pemberian pakan buatan dilakukan
dengan mengayak langsung pakan pada permukaan bak larva.
§ Pengayakan dilakukan sebaiknya di
sekitar aerasi, hal ini bertujuan agar pakan menebar dengan rata oleh gelembung
aerasi.
§ Pemberian pakan dilakukan 4-5 kali
sehari.
Gambar 3.3 pakan buatan (PSP)
Komposisi pakan buatan yang
digunakan:
Protein : min
37%
Lemak :
min 3%
Serat kasar : max 3%
Kadar air : max 12%
2.
Sirkulasi/pergantian
air
Sirkulasi atau pergantian air dilakukan agar air dalam bak pemeliharaan
tetap terjaga dan segar. Berfungsi juga untuk mengeluarkan kotoran larva. Hari
ke 8-15 larva dipelihara
pada kondisi air stagnan dan setelah hari ke 15 dilakukan pergantian air
10% meningkat secara bertahap sampai 100% menjelang panen.
pada kondisi air stagnan dan setelah hari ke 15 dilakukan pergantian air
10% meningkat secara bertahap sampai 100% menjelang panen.
3.
Pemanenan
Larva
Pemanena larva dilakukan saat umur larva 18-23 hari, bila telah menjadi
nener.
Langkah kerja :
a)
Siapkan
alat dan bahan : saringan pembuangan air, kelambu panen 100 micron, ember 10
liter, gayung, seser.
b)
Pasang
saringan pembuangan air untuk menurunkan air pada bak.
c)
Tunggu
air berkurang pada bak, menyisah air kira-kira 20%
d)
Buka/miringkan
pipa yang menuju pada keranjang panen.
e)
Isi
ember dengan air laut
f)
Apabila
pada kelambu panen larva telah padat, maka seser kemudian di masukkan ke dalam
ember.
g)
Kemudian
ember diangkut ke bak sortiran
h)
Begitu
seterusnya hingga panen selesai.
Pemanenan larva sebaiknya dilakukan
dengan hati-hati agar larva tidak stress dan sebaiknya pada saat suhu bak turun
agar proses pengeluara larva lebh lancar. Pemanenan larva dilakukan pada larva
umur 18-23 hari.
Larva yang telah dipanen selanjutnya
dibawah ke bak sortiran.
Gambar 3.4 proses panen
4.
Penyortiran
Gambar 3.5 bak sortiran
Gambar 3.6 tempat penyortiran
Gambar 3.7 proses penyortiran
Nener yang tumbuh normal dan sehat umumnya berukuran panjang 12-16 mm dan
berat 0,006-0,012 gram dapat dipelihara sampai umur 23
hari saat penampakan morfologisnya sudah menyamai bandeng dewasa.
hari saat penampakan morfologisnya sudah menyamai bandeng dewasa.
Larva yang telah dipanen kemudian disortir pada bak penyortiran. Tujuan
penyortiran adalah untuk memisahkan larva siap jual dan tidak berdasarkan
ukuran. Penyortiran dilakukan karena larva sering mengalami pertumbuhan yang
tidak seragam.
Berikut
langkah-lngkah penyortiran :
v Siapkan alat dan bahan : bak
sortiran, air laut, baskom kecil, aerasi, tempat sortiran.
v Larva yang akan disortir dimasukkan
ke dalam tempat sortiran
v Kemudian tempat sortiran
digerak-gerakkan agar larva yang masih kecil keluar
v Larva yang masih besar akan tinggal
di dalam tempat sortiran
v Larva yang sudah besar dipindahkan ke
bak sortiran yang lain.
5. Penyiponan
Pada hari ke nol telur-telur yang tidak menetes, cangkang telur larva
yang baru menetas dilakukan penyiponan. Penyiponan juga dilakukan pada bak sortiran bila ada yang mati atau kotoran yang ada dalam dasar bak.
yang baru menetas dilakukan penyiponan. Penyiponan juga dilakukan pada bak sortiran bila ada yang mati atau kotoran yang ada dalam dasar bak.
Langkah kerja :
o
Siapkan
alat dan bahan : selang sipon, air laut.
o
Selang
sipon diisi air laut
o
Kemudian
salah satu ujungnya dimasukkan dalam bak, dan ujung lainnya diluar bak
o
Lepaskan
kedua ujung selang agar air terisap keluar
o
Di
dasar bak, disipon hinggah kotoran dan bangkai larva terisap keluar
Penyiponan dilakukan hinggah benar-benar bersih untuk memperlancar
pertumbuhan larva. Penyiponan juga harus dilakukan dengan hati-hati agar larva
yang ,masih hidup tidak terisap keluar.
3.2.7
Packing/Pemsaran
Gambar
3.8 proses packing
Packing dilakukan pada nener yang
telah dipesan oleh pembeli. Pada saat packing yang dilakukan adalah :
·
Nener
diambil dari bak sortiran yang telah mencapai ukuran jual.
·
Nener
dihitung/ditakar untuk setiap isi plastic packing.
·
Kemudian
dimasukkan kedalam plastic packing.
·
Dalam
plastic packing diberi ruangan untuk oksigen
·
Beri
oksigen murni (O2) kedalam plastic pacing.
·
Ikat
plastic packing dengan karet hingga tidak ada yang bocor.
·
Masukkan
plastic packing yang berisi nener ke dalam kardus kemdian ditutup dan diberi
lakban
·
Sekaran
nener telah siap diangkut
BAB IV
KESIMPULAN
DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan kegiatan Praktek Kerja
Industri (PRAKERIN) yang telahdilakukan di PT. ESAPUTLii PRAKARSA UTAMA (Benur
Kita) Barru, khususnya pemeliharaan larva hinggah penjualan dapat disimpulkan
bahwa :
1.
Kegiatan
yang berperan penting dalam pemeliharan larva adalah :
·
Persiapan
alat dan bahan
·
Pengisian
air media
·
Penebaran
telur
·
Pengaturan
aerasi, dan
·
Penanganan
selama pemeliharaan
2.
Hal
yang menyangkut penanganan adalah :
·
Pemberian
pakan alami/buatan
·
Sirkulasi
·
Pemanenan
larva
·
Penyortiran
·
Penyiponan
·
Packing/pemasaran
3.
Dalam
penebaran harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak terjadi benturan.
4.
Pemeliharaan
larva hinggah jadi nener yang siap dipasarkan dilakukan selama 18-23 hari
4.2 Saran
Adapun
saran yang dapat penulis sampaikan adalah sebagai berikut:
1.
Pada
divisi nener sudah banyak sarana yang rusak dan tidak layak pakai, sebaiknya
dig anti untuk memperlancar lagi produksi nener.
2.
Bak
peyortiran yang mulai bocor, sebaiknya diperbaiki sebelum mengalamikerusakan
yang parah.
3.
Penetuan
waktu masuk kerja harus ditetapkan dengan jelas.
0 Celoteh: